Senin, 05 Oktober 2009

Sang Gadis

   Sekali lagi Ananda hanya bisa memandangi gadis yang itu juga dari balik jendela kamar yang ditempatinya berdua dengan sahabatnya, gadis itu lewat begitu saja tanpa menoleh apalagi menyadari jika ada yang memandanginya setiap hari. Ananada tidak tahu siapa gadis itu, dari mana asalnya atau kemana tujuannya, ia juga tidak tahu siapa nama gadis itu atau keluarganya. Yang ia tahu, setiap bel jam besar diruang tamu berdentang enam kali-gadis itu akan segera lewat didepan jendela kamar entah dari mana.

   Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari gadis itu dimata Ananda, hanya saja sahabatnya sangat menyukai gadis itu. Sahabatnya akan duduk di tepi jendela lalu menunggu gadis itu lewat, begitu terus sepanjang waktu. Beberapa kali Ananda berlari ke teras jika gadis itu lewat lalu memanggilnya, namun gadis itu tak menoleh sedikitpun padanya. Ananda sering kesal pada sahabatnya, kenapa sih sahabatnya itu tidak keluar saja dan menyatakan perasaannya pada si gadis agar ia tahu. Menunggu dan hanya melihat dari balik jendela tidak akan berguna, pikir Ananda.

   Andai aku bisa menulis-pikir Ananda suatu hari, ia sering melihat sahabatnya itu menulis sesuatu di atas meja. Sayang Ananda tak dapat membaca, baginya tulisan itu tidak lebih dari coretan-coretan tanpa arti sama sekali. Yang ia tahu hanyalah sahabatnya itu selalu tersenyum jika sedang menulis. Mungkin-pikir Ananda-aku dapat mengambil salah satu surat itu dan memberikannya pada si gadis dan gadis itu juga dapat ikut tersenyum seperti sahabatku. Ananda pun mulai menyusun rencana, besok ia akan mengikuti gadis itu dan memberikan salah satu kertas yang penuh coretan itu agar sang gadis dapat ikut tersenyum seperti sahabatnya.

   Esoknya saat sahabatnya sedang mandi, Ananda mengambil sehelai kertas yang penuh coretan itu. Ia memilih kertas dengan gambar burung kesukaannya dan menunggu gadis itu di depan teras. Bel jam ruang tamu berdentang enam kali dan Ananda dapat mencium bau parfum gadis itu, benar saja tak lama kemudian gadis itu lewat. Ananda pun mengikutinya sambil berusaha agar tidak ketahuan sang gadis.

   Ternyata gadis itu tinggal tidak jauh dari rumah Ananda dan sahabatnya, Ananda pun menghampiri gadis itu di teras rumahnya. Ananda meletakkan kertas itu di hadapan sang gadis dan memanggilnya. Gadis itu tampak kebingungan, mungkin karena kertas itu sudah agak kotor dan basah. Ananda berusaha membuat gadis itu mengerti, agak lama memang tetapi berhasil. Dan benar, seperti sahabatnya, gadis itu pun tersenyum membacanya.

   Ananda mengajak gadis itu pulang, ia ingin memberi kejutan. Sahabatnya pasti senang melihat gadis itu. Syukurlah gadis itu bersedia ikut walaupun ia bahkan belum sempat masuk ke dalam rumahnya.

   Ananda dapat mendengar namanya disebut dari dalam rumah, Ananda baru ingat kalau ia lupa pamitan. Sahabatnya pasti panik mencarinya karena ia tidak pernah menghilang begitu saja. Ananda memanggil sahabatnya dan gadis itu mulai mengetuk pintu, Ananda bisa mendengar suara desir roda kursi milik sahabatnya mendekati pintu.

   "Ananda...kamu kemana saja..dasar kucing nakal..." omelan sahabatnya terhenti saat pintu terbuka, Ananda hanya melompat ke pangkuan sahabatnya dan bergelung di sana. Gadis itu tersenyum manis pada sahabatnya sambil mengulurkan tangan "Aku Amelia" katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar