Jumat, 02 Oktober 2009

Aku Berdoa "TUHAN AKU INGIN LIBURAN"

Senin, 28 September 2009

Aku terbangun pagi ini dengan perasaan gundah, kepalaku terasa sakit dan tubuhku benar-benar lemas. Mungkin ini karena aku sedikit kelelahan setelah kemarin seharian aku duduk diatas mobil. Resiko kerja sebagai supir dadakan, aku sendiri bingung mengapa aku bersedia melakukannya.

Kemarin, hari Minggu, 27 September 2009. Hari itu seharusnya menjadi hari yang bersejarah dan membahagiakan untuk Elmira. Sahabatku itu sangat bahagia, ia yakin hari itu akan menjadi sempurna. Aku ingat senyumnya di balik cadar pengantin ketika aku membawanya ke gereja. Seharusnya semua berjalan sesuai rencana, Romi akan menunggu pengantinnya di depan altar dan berdua mereka akan menyebutkan ikrar suci pernikahan.

Mungkin aku yang paling tahu perjalanan cinta mereka berdua, suatu hubungan yang amat rumit-menurutku. Kisah kasih itu diawali dari 15 tahun yang lalu, saat itu kami masih SMP. Cinta monyet yang terus berlangsung hingga saat pernikahan mereka.

Sejak awal hubungan itu ditentang keluarga kedua belah pihak, mulai dari alasan mereka masih terlalu muda hingga alasan perjodohan yang muncul sekitar satu tahun yang lalu. Aku tidak tahu apa yang membuat temanku ini tetap bertahan. Sejujurnya aku salut pada mereka, pernah aku menyarankan agar mereka kawin lari saja lalu pergi menjauh. Namun mereka tetap berperinsip untuk mempertahankan hubungan pacaran hingga orang tua merestui. Orang bodoh yang mengagumkan pikirku.

Kadang aku kesal pada mereka, seringkali aku dijadikan tameng agar mereka bisa bertemu. tidak masalah bagiku selama aku diberitahu terlebih dahulu. Sayangnya, mereka sering lupa memberitahu aku sehingga aku harus memeras otak jika bertemu keluarga mereka sementara mereka asyik bercinta, lalu dengan senyum ceria mereka meminta maaf dan menyalahkan perasaan rindu yang tak tertahankan.

15 tahun aku menjadi tempat 'segala' untuk mereka. Ketika mereka bertengkar, akulah yang menjadi penengah. Jika rindu, aku menjadi tameng agar insan itu dapat berjumpa. Jika keluarga mereka mulai curiga, aku yang maju menenangkan mereka. Aku yang mendekati kedua keluarga itu atas nama cinta teman-temanku, aku yang melamar Elmira untuk Romi sahabatku, aku yang keliling mengurus pernikahan mereka hingga aku tak kuasa menolak saat Elmira meminta aku yang membawa mobil pengantin. Sering aku berpikir, yang bodoh itu aku atau mereka? Tetapi sungguh aku sayang mereka, biarlah yang penting mereka bahagia.

Aku sudah siap untuk berlibur setelah pernikahan itu dan seharusnya hari ini aku mulai berlibur.

Aku bahagia melihat Elmira begitu cantik dan berseri-seri, ia bahkan mengecup pipiku sebelum masuk ke mobil. Aku senang, tampaknya semua lancar. Aku rasa Tuhan mendengar doaku setahun ini, cuaca begitu cerah dan lalu-lintas tidak begitu padat. Gereja pun terlihat begitu bersih dan megah, indah dengan hiasan-hiasan berwarna putih.

Saat pintu gerja dibuka, aku bisa melihat Romi yang gagah berdiri menanti kekasihnya. Elmira dengan anggun melangkah ke altar tanpa melepas pandangannya dari Romi, sedang aku hanya berdiri di pintu dan melihat.

Awalnya berjalan begitu lancar, prosesi pernikahan itu terlaksana lalu semua itu terjadi. Sekelompok orang masuk dalam gereja dan menculik Romi begitu saja, hanya dalam hitungan menit dan mereka pun menghilang. Suasana kacau balau, ribut dan bising, namun aku tak mendengar apapun ditelingaku. Perhatianku tertuju di depan altar, sahabatku Elmira sedang terpaku. Buket bunga yang telah kurangkai khusus untuk hari ini terlepas dari genggamannya, ia tidak menangis namun terdiam bagai patung tak bernyawa.

Aku menepuk pundaknya dan membiarkan gadisku itu jatuh dalam pelukanku. Aku tidak tahu harus berbuat apa, aku hanya membawanya beserta beberapa orang tua yang terkena serangan jantung ke rumah sakit terdekat. Aku menghubungi ambulans, aku mengantar orang-orang pulang, aku membatalkan katering, aku yang mengurus gedung yang telah dipesan, aku yang membuat lapoan ke polisi dan mengurus administrasi rumah sakit. Diakhir hari aku termanggu dipintu kamar dimana Elmira terbaring.

Masih dengan gaun indah rancanganku, dijarinya ada cincin pernikahan pilihanku, dan aku melihatnya terbaring bagai patung. Aku memeluk ibunya, menghibur ayahnya. Aku menenangkan ibunda Romi dan menjawab pertanyaan ayahnya. Siapa orang-orang itu, mengapa mereka menculik Romi? pertanyaan itu juga yang ingin ku jawab andai aku bisa.

Aku tertidur dikursi tunggu dan bangun pukul 04.00WIB karena itu aku mulai menulis. Aku tidak suka menulis, tetapi mungkin aku ingin kembali mengingat kejadian ini suatu saat nanti. Aku tidak mau melupakan tiap detil dari peristiwa ini, sungguh.


Selasa,29 September 2009

Perasaanku mengatakan roh Elmira ikut bersama kekasihnya. Seharian kemarin ia tidak bergerak, tidak juga tertidur, tidak pula terbangun. Hanya dadanya yang turun naik dan airmata yang terus menetes menunjukkan gadisku itu hidup. Aku tidak mengerti mengapa, namun ibunda Romi dan Elmira melarang perawat menukar gaun pengantin itu. Keduanya berpikiran jika Elmira tak ingin gaun itu dilepas, aku tak tahu mengapa tetapi aku setuju dengan mereka.

Bebarapa kali aku bolak-balik kantor polisi untuk memberi kesaksian, pernyataan, membuat BAP, mengenali foto-foto buronan walaupun berkali-kali aku katakan jika orang-orang itu menggunakan topeng. Mulutku keram mengucapkan hal yang sama terus menerus, tubuhku pegal dan mulai mengeluarkan bau yang tidak sedap karena aku memang belum mandi dari hari minggu. Aku tidak tahu apa orang-orang itu mencium aromaku atau tidak, mereka tetap saja mencariku lalu memelukku dan meminta penghiburan seolah aku ini malaikat penolong.

Setelah makan malam kemarin aku berniat pulang sebentar, aku ingin mandi sejenak lalu kembali lagi. Salahku tidak pamit, akhirnya aku harus membatalkan niatku karena para ibu sibuk menghubungiku dan meminta aku segera kembali. Beruntung bagiku karena ayahanda Romi bersedia mengambilkan pakaian ganti untuk ku di rumah.

Ketika pria setengah baya itu kembali, wajahnya begitu sedih. Ditangan kirinya ia membawa bungkusan yang aku tahu isinya pakaianku dan di tangan kanannya sebuah pigura besar yang isinya adalah foto Romi dan Elmira yang kususun dari masa kami SMP. Hanya saja foto itu kurang satu, foto pengantin mereka.

Memang lebih muda menghibur orang yang sedang berduka dari pada menghibur orang yang menyalahkan dirinya sendiri. Dua pasang suami isteri meratap didekatku, tangan kananku merangkul ibunda Romi dan yang kiri merangkul ibunda Elmira. Aku baru terbebas saat mereka tertidur karena kelelahan, aku tidak mengatakan apapun karena aku juga tidak tahu harus mengatakan apa.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 03.00 pagi, akhirnya ada kesempatan untukku mandi. Tubuhku terasa lebih segar setelah mandi, aku melihat empat orang tua itu tertidur lelap di sofa. Aku melihat gurat-gurat keriput dikening mereka, aku melihat mata mereka yang sembab. Aku tidak tega melihatnya.

Aku duduk disisi ranjang Elmira, menghapus sisa make up yang telah dirusak oleh airmata. Airmatanya tak kunjung berhenti, aku yakin saat ini Romi sedang terluka dan Elmira ada disana. Aku yakin Elmira tersiksa melihat Romi menderita tanpa bisa berbuat apa-apa seperti aku yang hanya bisa melihat Elmira terbaring tanpa berbuat apa-apa.

Aku tertidur sebentar dan terbangun oleh suara pintu yang dibuka. Seorang perawat masuk dan memeriksa alat-alat yang menempel di tubuh Elmira, alat yang membantu kami untuk tahu jika gadisku itu masih hidup. Aku melihat jam yang menunjukkan pukul 05.00 wib dan aku pun mulai menulis semua yang kuingat tentang hari kemarin.


Rabu, 30 September 2009

Aku mulai bertanya-tanya, apakah para penegak hukum itu benar-benar bekerja? Aku sadar jika mengurus kasus ini tidak mudah belum lagi ditambah ratusan bahkan ribuan kasus lain yang harus mereka atasi. Setengah hatiku memaklumi namun sebagian yang lain berontak, protes, bertanya-tanya dimana sahabatku. Dimana Romi, mengapa belum juga ada titik terang. Aku ingin mendesak Polisi, menggedor pintu mereka dan memaksa mereka untuk bergerak. Aku bosan mendengar alasan "Maaf, kasus ini sedang dalam penyelidikan pihak kepolisian, harap bersabar. Begitu ada kabar, kami akan segera menghubungi anda".

Tidakkah mereka mengerti perasaanku, perasaan keluarga teman-temanku, perasaan Elmira yang ku yakin sedang bersama Romi yang sedang menderita walau hanya rohnya saja? Aku terluka melihat Elmira yang terbaring bahkan tanpa menutup mata, hanya kedipan mata lemah itu yang meyakinkan aku jika ia sedang melihat, entah melihat apa. Aku bingung menghibur dan menenangkan keluarga mereka, aku lelah, begitu lelah hingga aku lupa apakah aku juga mempunyai keluarga atau tidak.

Berkali-kali aku berbisik ditelinga gadisku, "Kembalilah dahulu dan tunjukkan padaku dimana dia agar aku bisa lakukan sesuatu". Namun gadis itu tak mengabulkan permintaanku, ia memilih terus menemani suaminya yang entah dimana. Aku ingin menguncang-guncang tubuhnya, aku ingin menjerit sekuat tenaga, aku putus asa.

Sudah delapan kali aku menghubungi AKP Andika yang mengurus kasus ini dengan pertanyaan yang sama dan juga selalu dijawabnya dengan jawaban yang sama.

Aku mencarikan makanan untuk keluarga yang beberapa hari ini tak juga pulang dan tak mengijinkanku pulang, aku membersihkan wajah Elmira dan airmataku juga menetes saat tanganku menyentuh jejak airmata diwajahnya.

Tidak terhitung berapa kali aku memeluk dan mengucapkan kata-kata yang menguatkan mereka. Dokter mengatakan Elmira mengalami koma karena shock berat, tetapi yang aku yakini adalah gadisku itu sedang bersama kekasihnya.

Entah mengapa aku merasa sangat takut, tatapan mata Elmira semakin sayu dan kosong. Aku takut ia akan pergi, aku takut Romi akan pergi. Kemarin Elmira tidak menangis lagi dan hal itu diartikan sebagai pertanda baik oleh orang tuanya, aku sungguh ingin juga memiliki keyakinan itu. Hatiku terus berkata bahwa itu bukan pertanda yang baik, hatiku merasa akhir cerita ini sudah amat dekat. Bibirku ikut tersenyum gembira dan berdoa agar itu pertanda yang baik, tetapi hatiku berbisik jika aku tidak akan berjumpa lagi dengan Romi sahabatku.

Aku tertidur disamping ranjang Elmira, tertidur ditengah-tengah doaku. Aku terbangun sekitar pukul 04.15 dan segera mandi. Aku mulai terbiasa untuk mandi sekali sehari, aku tahu benar jika orang tua itu bangun maka aku tidak akan punya waktu lagi untuk diriku sendiri. Aku tidak tega melihat wajah-wajah tua yang kuyu karena lelah dan putus asa, melihat para bunda yang merapikan gaun pengantin yang masih dikenakan Elmira.

Aku kembali menulis pagi ini dan sungguh berharap akan ada kabar untuk hari walaupun aku ragu telah siap untuk mendengar berita yang buruk.

Jumat,02 Oktober 2009

Aku hampa hari ini, kemarin aku takbisa menulis. Hari Rabu sekitar jam 08.00 aku menyadari jika pandangan mata Elmira terlalu kosong untuk dibilang hidup. Saat itu jantungku terasa begitu dingin, aku sedih namun tidak bisa menangis, tidak bisa didepan orang-orang tua itu. Aku sadar, pandangan mata itu mungkin menandakan Romi telah pergi.

Aku tidak tahu lagi harus berbuat apa, aku hanya bisa duduk disamping ranjang Elmira sambil menggenggam tangannya sementara handphone ku letakkan di hadapanku. Aku bisa merasakan jika Elmira juga akan pergi, aku yakin para orang tua itu juga merasakannya karena mereka hanya duduk diam di sofa dan berpelukan dengan pasangan masing-masing. Sayup-sayup ku dengar isak tangis tertahan di belakangku, airmataku juga mendesak untuk tumpah hingga mataku terasa pedih.

Perlahan tangan Elmira mulai terasa dingin, begitu perlahan hingga aku hampir tidak dapat merasakannya. Waktu terasa begitu lambat di hadapanku, dadaku sesak serasa mau pecah sementara mulutku hanya bisa berdoa untuk sahabat-sahabatku.

Sesaat kemudian aku menutup mata Elmira dengan lembut dan sekonyong-konyong tangisan pecah di belakangku. Aku tidak melakukan apapun, aku biarkan mereka saling bertangisan dengan suara yang memilukan. Naluriku mengatakan handphoneku akan segera berbunyi. Sekitar 30 menit kemudian AKP Andika menghubungiku dan mengabarkan jika jasad Romi ditemukan di pinggir jalan lintas di Pulau Sumatera.

Aku tak memikirkan apa-apa lagi, aku hanya ingin menjemput sahabatku pulang. Saat itu juga aku langsung ke bandara dan berangkat ke Palembang karena Romi dibawa kesana. Beruntung AKP Andika telah ada disana, ia yang menjelaskan padaku bagai mana kondisi jasad sahabatku. Romi ditemukan dengan pakaian lengkap, namun hanya jas pengantinnya saja yang masih utuh. Pakaiannya yang lain robek-robek akibat cambukan yang diperkirakan berujung paku. Aku yakin itulah alasan Elmira tak berhenti menangis dalam diamnya, andai aku tahu siapa dan mengapa mereka melakukan ini.

Ketika aku terbangun pagi ini, mataku langsung tertumbuk pada pigura besar yang seharusnya menjadi kado pernikahan untuk sahabatku. Namun, saat ini foto dipigura itu telah lengkap dengan foto pasangan itu menggunakan pakaian pengantin mereka sesaat sebelum peti ditutup.

Cutiku belum selesai, mungkin Tuhan benar-benar mendengar doaku. Mulai saat ini aku akan liburan dari pasangan itu untuk selamanya, tetapi sungguh aku merasa hampa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar