Entah berapa lama ia duduk
termangu didepan komputer, jarinya di atas keyboard seolah siap menuangkan
apapun yang ada dalam pikirannya namun diam tak bergerak. Pandangannya kosong
memandang layar komputernya yang mulai meredup, sesekali ia menarik nafas
panjang. Ia tak lagi mendengar percakapan disekitarnya, mendadak dunia kosong
dan hanya ada dirinya. Ia sibuk bermain dalam pikirannya yang tak terbaca.
Aku tanpa sadar memandanginya,
gadis manis yang duduk berhadapan denganku. Rambutnya yang hitam panjang
terlihat acak-acakan, tak seperti biasanya, lurus rapi tergerai. Wajahnya yang
biasanya cerah ceria, bibirnya yang selalu tersenyum dan siap mengeluarkan
celetuk-celetukan lucu, kini kusam dan layu. Aku sedikit merasa kuatir, sedikit
penasaran apa yang terjadi padanya. Aku ingin bertanya, ingin sekedar
menunjukkan simpatiku pada apapun masalah yang sedang dihadapinya. Tapi, ah,
rasanya berlebihan. Mungkin dia hanya sedang ingin ditinggalkan sendiri dalam
apapun yang ada dipikirannya.
Jam tanganku menunjukkan pukul
dua belas, sudah waktunya makan siang. Dia tak ada dimejanya. Kapan dia
beranjak, kenapa aku bisa tak menyadarinya. Mungkin dia sedang keluar makan
siang, pikirku mengabaikan bisikan menggelitik disudut alam sadarku bahwa ia
tak biasanya seperti ini. Namanya Irma, berkulit putih, bermata besar, sedikit
tomboy tetapi memiliki wajah sepolos bayi. Jika ada orang yang tak punya
masalah, sepertinya dia orang yang tepat. Wajah lugu itu selalu berhasil
membuatnya lolos dari masalah, kami juga sering memanfaatkannya dan ia juga tak
pernah terlihat keberatan jika ditempatkan dibaris pertama ketika atasan sedang
mengalami hari yang menyebalkan.
Ketika aku kembali dari makan
siang, aku melihatnya sedang merapikan meja kerjanya. Wajahnya masih pucat,
lesu, namun senyum terukir diwajahnya. “Hai” sapaku, ia tersenyum lebar.
“Kamu sakit?”
“Sedikit”
“Oh..”, aku menarik kursiku dan
mendudukinya, “Pulang aja kalau sakit”
“Iyah, ini juga mau pulang”
Ia mengalihkan wajahnya, sibuk
merapikan kertas-kertas diatas mejanya. Aku seperti melihat genangan di sudut
matanya, namun ku abaikan karena ku rasa itu bukan urusanku.
“Duluan ya” katanya, aku
tersenyum mengangguk. Kembali ada yang menggelitik disudut alam sadarku,
dorongan halus untuk memeluknya, namun kurasa hal itu kurang pantas dilakukan
di tempat kerja.
Aku membuka pintu kontrakanku
tanpa semangat, pikiranku masih digelayuti tentang Irma. Kelinci kecilku pun
tampak tak bersemangat hari ini, ia tak menyambutku seperti biasa, ia hanya
duduk setengah berbaring di bawah kursi tempatku biasa duduk untuk menonton
tivi. Ia mengikuti pergerakanku dengan kepalanya, ia bahkan tak bergeming
ketika aku mendekatinya, hidung kecilnya itupun tak bergerak seperti biasanya. Handphoneku
tiba-tiba berdering singkat, sebuah pesan. Aku mengabaikannya sebentar karena
ingin bermain dengan kelinciku, namun ia tak merespon. Aku meraih handphoneku
dan membuka pesan ini, sebuah pesan massal, tampaknya link internet. “Ah,
paling spam” gumamku, namun judul link tersebut menarik perhatianku. Aku membukanya
dan air mataku langsung mengalir ketika membaca headline berita yang kubuka.
SEORANG KARYAWATI
DITEMUKAN TEWAS
SETELAH TERJUN DARI
LANTAI 6 PARKIRAN MALL XXXXX