Senin, 31 Mei 2010

pulau ku

Aku lahir disebuah pulau kecil yang kata orang-orang berbentuk seperti sebuah kapal jika dilihat dari pantai diseberang pulauku, pulauku sangat kecil sehingga kamu bisa berjalan dari ujung ke ujung pulau ini dalam waktu setengah hari saja. Dari pulauku hanya sekitar tiga puluh menit naik perahu motor ke pantai pulau besar tempat orang tua ku pergi berbelanja kebutuhan kami selama seminggu atau dua minggu, namun sejak lahir aku tidak pernah pergi ke sana. Usiaku genap tujuh belas tahun dua hari lagi dan aku sungguh berharap dapat melihat pulauku dari pantai pulau besar pada hari itu, aku ingin sekali membuktikan perkataan pengunjung pulauku jika pulau kecil ini berbentuk seperti kapal dengan cerobong besar.
Penghuni asli pulau ini ada sepuluh keluarga, termasuk keluargaku. Tiap orang tuaku pergi ke pulau besar, aku tidak pernah diijinkan ikut entah apa alasannya. Kata ayahku “Pokoknya tidak boleh”. Menurutku alasannya adalah keadaan fisikku, tidak..aku tidak cacat. Aku sangat cantik, seperti seorang putri kata ibuku dan bukan hanya dia yang mengatakan hal itu. Kamu boleh bilang aku geer, tetapi aku sendiripun sering terpesona dengan diriku sendiri tiap aku berdiri didepan cermin. Ayah sering memandangiku begitu rupa sambil menarik nafas panjang dan senyum pasrah, “Ah, kenapa kamu bisa lahir secantik ini” gumamnya. Oh iya, ayahku sering memanggilku Kawai. Itu nama yang diberikan seorang turis Jepang padaku ketika aku masih berusia dua tahun, katanya itu artinya imut-imut. Nama asliku sendiri aku sudah lupa, mungkin ibu dan ayahku yang masih mengingatnya.
Aneh bukan, ayahku menyesali karena aku lahir cantik. Sering aku bertanya, apa mungkin aku lebih baik lahir jelek agar ayahku lebih bahagia. Bagaimana dengan ibuku? Ibuku tidak secantik aku, bukan berarti aku bukan anak kandung. Kami memiliki wajah yang mirip, hampir serupa malah, tetapi mungkin aku versi cantik dan ibuku versi biasa saja. Lalu apa yang membuatku cantik? Kata ibuku itu karena rahangku yang oval sehingga wajahku terlihat lebih lembut dari wajah ibuku yang memiliki garis wajah tegas, karena mataku yang besar berwarna coklat terang seperti kucing dengan bulu mata yang panjang, karena rambutku yang hitam tebal dan ikal panjang sepinggang yang seperti berayun tiap aku berjalan, karena kulitku yang putih kemerah-merahan, karena tidak ada sebutir jerawatpun di tubuhku atau bekas luka atau lembam atau apapun yang membuatnya cacat, karena tubuhku yang tinggi langsing dan aku suka memegang perutku yang rata. Kata ibuku, aku ini seksi. Dadaku ranum dan bokongku penuh, kakiku panjang dan betisku sempurna. Ayahku sering membelai kepalaku dan berkata “Kamu memiliki semua yang diinginkan seorang wanita, Kawai. mereka akan membunuhmu karena iri”.
Jangan bilang aku manja, aku bekerja seperti wanita yang lain di pulau ini. Aku sering berjemur di pantai sambil menjemur ikan dan berenang dipantai tanpa menghitamkan kulitku, aku sering membantu ibuku memanjat pohon kelapa jika akan membuat santan dan sering kulitku terluka namun tidak meninggalkan bekas. Aku sering membantu ayahku menarik jala, mengayam sabut kelapa untuk dijadikan tali, memotong kayu tanpa membuat tanganku jadi kasar. Aku tidak pernah menggunakan alas kaki, namun kakiku pun tidak kapalan. Aneh menurutmu? Jangankan kamu, aku sendiri sering tidak percaya dengan tubuhku.
Kata-kata ayahku tentang wanita yang iri padaku itu.. ku rasa benar, anak tetanggaku yang seumur denganku tidak pernah mau bergaul dengan aku. Ia selalu mengejekku, mengusiliku dan sering kali kelewatan, ia sering menyombongkan apa yang dia peroleh di pulau besar karena ia tahu aku tidak pernah ke sana. Dia pernah menyangkutkan rambutku pada kaitan pancing yang ada dijala ayahku hanya karena ada pengunjung di pulau kami dan tidak mau aku menemui orang-orang itu, untung saja saat itu ibuku mencariku dan membantuku melepas jalinan rambutku dari pancing. Akibatnya aku selalu memakai cadar tiap ada pengunjung yang datang, lalu ia menyebarkan cerita tentang wajahku yang buruk dan kena kutukan pada orang-orang. Aku sih tidak peduli dan orang tuaku menyerahkan hal itu padaku, kata ayah, “Dia gadis yang sangat menyebalkan, kalau kamu mau ayah membuang dia ke laut kapan saja..tinggal bilang. Dengan senang hati ayah lakukan, dan ayahnya pun pasti rela membantu”. Lucu? Menyedihkan ku rasa, kenapa ada seorang gadis yang sebenarnya cantik namun begitu dibenci bahkan oleh keluarganya? Aku merasa itu salahku, makanya aku rela tidak pernah ke pulau besar, aku tidak mau ada gadis lain yang akan menjadi seperti dia karena aku. Tetapi sungguh, aku ingin melihat pulauku dari pantai pulau besar sekali saja pada ulang tahunku.
Kata ayah, suaraku indah dan karena mereka selalu mengajarkan untuk berbicara sopan, aku rasa hal itu juga menjadi pesonaku yang lain. Ada seorang pemuda yang sering berkunjung dipulau kami bersama keluarganya, ia sering mengajak keluarganya untuk berpiknik di pantai dekat rumahku dan ibunya sangat baik padaku. Ia sering membawakan aku buku-buku dan aku sungguh menyukai hal itu, aku tidak pernah sekolah karena ayah takut akan ada yang menyakitiku di sekolah sehingga aku jarang menemukan buku bacaan. Satu hal yang luar biasa tentang ibuku adalah ia sangat cerdas dan sangat sabar, ia menjadi guruku dan mengajari aku semuanya tanpa buku. Semua yang ada diotaknya dia pindahkan ke otakku, dan walaupun aku tidak secerdas ibuku namun wawasan ku tidak jelek-jelek amat.
Aku tertarik pada pemuda itu, ia menghiasi mimpi-mimpiku namun dia menolakku. Bukan karena aku jelek atau karena aku bodoh atau karena aku tidak sopan atau keluargaku yang orang pulau atau hal buruk lainnya karena aku tidak seperti itu kecuali memang benar keluargaku orang pulau, tetapi karena katanya aku terlalu sempurna. Aku menangis sejadi-jadinya ketika ia mengatakan hal itu, ia takut membawaku keluar dari pulauku dan katanya, “Aku takut akan menjadi pembunuh karena cemburu”. Jadi kata-kata ayahku jika aku memiliki segala yang diinginkan wanita itu tidak benar, aku tidak punya kekasih. Aku hanya memiliki keluargaku karena makhluk yang berjenis kelamin wanita lain di pulau ini begitu membenciku karena takut suami mereka akan berpaling dari mereka karena aku.
Ketika aku patah hati, aku menggores wajahku dengan karang hingga terluka. Pikirku jika aku jelek, mungkin aku akan bahagia. Ibu ku sedih namun ia mengerti. Aku makan sebanyak yang aku bisa dan hanya berbaring sepanjang hari di rumah. Sebulan berlalu dan lukaku sembuh tanpa bekas dan tubuhkupun tidak berubah. Aku ingin bunuh diri, namun ayahku berkata, “Ayah rela kalau kamu mati duluan, asalkan secara wajar. Kalau tidak, ayah akan masuk neraka selamanya karena kamu. Kalau kamu mati dibunuh, ayah akan jadi pembunuh. Kalau kamu mati bunuh diri, ayah akan menyusul kamu.. kawai. Biar sekalian ayah hidup terluka karena kamu, matipun menderita karena kamu”. Kata-kata itu menghasilkan tamparan dan air mata ibuku, “Kalau Kawai membuat kamu terluka, lebih baik kamu pergi” kata ibuku. Betapa aku mencintai orang tuaku.
Ayahku dibantu pemuda yang ku cintai itu membuat sebuah patung, patung diriku. Katanya sebagai hadiah ulang tahunku, ibuku membuatkan sebuah baju panjang yang indah dari tali-tali pancing agar tidak mudah rusak katanya. Lalu patung itu diletakkan diujung tebing tempat aku sering berdiri memandangi pantai pulau besar sambil diam-diam berharap bisa ke sana suatu hari nanti. Patung itu sangat cantik, sangat indah namun pandangannya kosong seperti bermimpi atau melamun, aku rasa seperti itu pandanganku ketika aku menghayal berdiri di pantai pulau besar. Dan aku? Tidak, aku tidak lagi hidup kini. Aku mati karena kesepian dan patung ini? Yah benar, ini tubuhku dalam peti mati berbentuk diriku sendiri. Ibuku menenggelamkan tubuh matiku dengan madu dalam patung ini, ia percaya madu akan mengawetkan tubuhku. Lalu bagaimana aku bisa bercerita? Tidak aku tidak bercerita, ini hidupku dan kesepianku yang tertulis di tebing di bawah patungku berdiri dan ditulis kembali..tidak,bukan aku – Kawai – yang menulisnya. Yang menulis ini aku – ibunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar